Home > Gaya Hidup

Nah Lho... Diet Rendah Kalori Bisa Tingkatkan Risiko Depresi, Terutama Pada Pria

Pria dan orang yang kelebihan berat badan mungkin sangat rentan terhadap dampak emosional dari pola makan yang ketat.
iStock
iStock

Menjalani diet rendah kalori dapat dikaitkan dengan risiko depresi yang lebih tinggi, menurut sebuah studi baru yang diterbitkan dalam BMJ Nutrition, Prevention & Health.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pria dan orang yang kelebihan berat badan mungkin sangat rentan terhadap dampak emosional dari pola makan yang ketat.

Meskipun diet sehat yang kaya akan makanan utuh seperti buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian utuh, kacang-kacangan, dan protein rendah lemak umumnya dikaitkan dengan kesehatan mental yang lebih baik, para peneliti ingin mengetahui apakah diet yang membatasi kalori atau nutrisi tertentu—untuk alasan seperti penurunan berat badan atau kondisi medis—dapat dikaitkan dengan gejala depresi.

Untuk menyelidiki hal ini, para peneliti menganalisis data dari 28.525 orang dewasa dalam U.S. National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) dari tahun 2007 hingga 2018.

Peserta menyelesaikan skrining depresi standar (PHQ-9), dan memberikan informasi tentang diet mereka.

Mereka ditanya apakah mereka sedang menjalani diet tertentu —seperti pembatasan kalori, rendah lemak atau gula, atau diet untuk kondisi seperti diabetes— dan respons mereka dikelompokkan ke dalam empat kategori:

  • 1. Diet pembatasan kalori

  • 2. Diet pembatasan nutrisi (rendah lemak, gula, karbohidrat, dll.)

  • 3. Diet yang disarankan oleh dokter (seperti diet ramah diabetes)

  • 4. Tidak ada diet khusus

Sebagian besar orang (87%) mengatakan mereka tidak sedang menjalani diet apa pun.

Sekitar 8% melaporkan menjalani diet rendah kalori, 3% menjalani diet pembatasan nutrisi, dan 2% mengikuti pola makan yang disarankan oleh dokter.

Gejala depresi lebih umum terjadi pada orang yang menjalani diet pembatasan kalori atau nutrisi dibandingkan mereka yang tidak menjalani diet apa pun.

Orang yang menjalani diet pembatasan kalori memiliki skor PHQ-9 yang sedikit lebih tinggi—rata-rata, 0,29 poin lebih tinggi.

Efeknya lebih kuat pada individu dengan berat badan berlebih yang menjalani diet rendah kalori, yang memiliki skor 0,46 poin lebih tinggi.

Diet rendah nutrisi dikaitkan dengan peningkatan skor depresi yang lebih besar, terutama di antara orang dengan berat badan berlebih (+0,61 poin).

Pria tampaknya lebih terpengaruh daripada wanita. Diet rendah nutrisi dikaitkan dengan tingkat gejala kognitif-afektif yang lebih tinggi (perasaan sedih, putus asa, dan kesulitan berkonsentrasi) pada pria, sementara semua jenis diet rendah nutrisi dikaitkan dengan gejala fisik yang lebih parah (seperti kelelahan dan perubahan nafsu makan).

Pada orang dengan obesitas, bahkan diet yang disarankan secara medis pun dikaitkan dengan skor depresi yang lebih tinggi, termasuk gejala emosional dan fisik.

Meskipun hasil ini tidak membuktikan bahwa diet menyebabkan depresi, para peneliti menawarkan beberapa penjelasan.

Dalam kehidupan nyata, diet rendah kalori—terutama jika dikelola sendiri—dapat menyebabkan gizi buruk.

Pola makan yang kekurangan protein, lemak sehat seperti omega-3, dan vitamin penting (seperti B12) dapat berdampak negatif pada fungsi otak dan suasana hati.

Sebaliknya, studi klinis yang menemukan perbaikan dalam depresi seringkali melibatkan rencana diet yang seimbang dan dipantau secara ketat.

Perjuangan menurunkan berat badan juga dapat berperan. Orang yang tidak melihat hasil dari diet, atau yang berat badannya kembali turun, dapat menjadi putus asa atau mengembangkan perasaan negatif tentang kesehatan atau citra diri mereka, yang selanjutnya memengaruhi kesejahteraan mental.

Para penulis juga mencatat bahwa pria mungkin memiliki kebutuhan nutrisi yang lebih tinggi, sehingga mereka lebih sensitif terhadap defisiensi yang memengaruhi fungsi otak.

Misalnya, otak sangat bergantung pada glukosa (dari karbohidrat) dan asam lemak omega-3 (dari lemak), dan pola makan yang menghilangkan nutrisi ini dapat meningkatkan risiko gejala depresi, terutama pada pria.

Profesor Sumantra Ray, Kepala Ilmuwan NNEdPro Global Institute, berkomentar bahwa studi ini menimbulkan pertanyaan penting tentang bagaimana diet ketat dapat memengaruhi kesehatan mental.

Ia juga memperingatkan bahwa ukuran efeknya kecil dan diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengonfirmasi temuan ini.

Singkatnya, meskipun mengurangi kalori dapat membantu mencapai target berat badan, hal itu dapat menimbulkan efek samping emosional—terutama jika pola makan kekurangan nutrisi penting atau tidak seimbang.

Temuan ini menyoroti perlunya pendekatan diet yang cermat dan terencana dengan baik, serta mempertimbangkan kesehatan mental dan fisik saat membuat pilihan diet.

Temuan penelitian ini dapat ditemukan di BMJ Nutrition, Prevention & Health

× Image