Beton Baru Ini Menyerap CO2 dan Membangun Kota yang Lebih Kokoh dan Lebih Hijau

Beton telah membantu membangun peradaban selama ribuan tahun, dari piramida kuno hingga gedung pencakar langit modern.
Namun saat ini, beton juga merupakan pencemar besar—bertanggung jawab atas hingga 9% emisi gas rumah kaca global.
Seiring dunia mencari cara untuk melawan perubahan iklim, tim peneliti dari Universitas Pennsylvania mungkin telah menemukan cara untuk menjadikan beton sebagai bagian dari solusi, bukan masalah.
Tim tersebut menciptakan jenis beton baru yang menyerap lebih banyak karbon dioksida dari udara dengan menggunakan lebih sedikit semen.
Semen merupakan bahan utama dalam beton dan salah satu sumber jejak karbon terbesar.
Campuran baru mereka menggunakan sesuatu yang disebut tanah diatom (DE), material berpori alami yang terbuat dari alga fosil yang disebut diatom.
Makhluk laut kecil ini membangun cangkang halus seperti spons yang kini terbukti bermanfaat dalam konstruksi.
Ketika ditambahkan ke dalam campuran beton, DE membantu memerangkap lebih banyak karbon dioksida selama proses pengeringan—tahap pengerasan setelah beton dituang.
Faktanya, campuran baru ini dapat menyerap CO hingga 142% lebih banyak daripada beton standar.
Lebih baik lagi, beton ini tetap kuat dan tahan lama, serta lulus uji umum untuk penggunaan konstruksi.
Tim juga membentuk beton menjadi bentuk-bentuk khusus yang terinspirasi oleh alam.
Mereka menggunakan pola matematika yang disebut permukaan minimal periodik rangkap tiga (TPMS), yang ditemukan pada terumbu karang dan tulang.
Desain ini meningkatkan luas permukaan, memungkinkan lebih banyak CO yang ditangkap, sekaligus menggunakan material hingga 68% lebih sedikit.
Meskipun ringan dan berstruktur terbuka, desain ini masih mempertahankan sebagian besar kekuatan blok tradisional.
Salah satu kejutan terbesar adalah beton menjadi lebih kuat seiring waktu karena menyerap karbon dioksida.
Hal ini bertentangan dengan anggapan umum bahwa material yang lebih berpori lebih lemah.
Proses pencetakan 3D memungkinkan tim untuk mengontrol secara tepat bagaimana beton dibentuk dan bagaimana beton tersebut mengeras.
Penelitian ini membuka kemungkinan-kemungkinan menarik—tidak hanya untuk bangunan berkelanjutan, tetapi juga untuk proyek restorasi kelautan.
Karena materialnya ramah lingkungan dan memiliki ruang-ruang kecil, material ini dapat digunakan untuk membangun terumbu karang buatan atau tempat pemeliharaan tiram yang membantu kehidupan laut berkembang pesat sekaligus menyerap karbon dari lautan.
Ke depannya, para peneliti sedang menjajaki cara-cara untuk menggunakan lebih sedikit semen, atau mungkin tidak sama sekali, dengan mencoba bahan pengikat alternatif seperti magnesium atau limbah daur ulang.
Tujuan mereka adalah menciptakan beton generasi baru yang tidak hanya kuat dan bermanfaat, tetapi juga membantu melawan perubahan iklim—satu blok dalam satu waktu.